Apakah penyakit ‘ain itu?
‘Ain adalah penyakit atau gangguan yang disebabkan pandangan
mata. Disebutkan oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan:
إصابة العائن غيرَه بعينه
“Seorang yang memandang, menimbulkan gangguan pada yang
dipandangnya” (Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid, hal. 69).
Dijelaskan oleh Al Lajnah Ad Daimah:
مأخوذة من عان يَعين إذا أصابه بعينه ،
وأصلها : من إعجاب العائن بالشيء ، ثم تَتبعه كيفية نفْسه الخبيثة ، ثم تستعين على
تنفيذ سمها بنظرها إلى المَعِين
“‘Ain dari kata ‘aana – ya’iinu yang artinya: terkena
sesuatu hal dari mata. Asalnya dari kekaguman orang yang melihat sesuatu, lalu
diikuti oleh respon jiwa yang negatif, lalu jiwa tersebut menggunakan media
pandangan mata untuk menyalurkan racunnya kepada yang dipandang tersebut”
(Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271).
Gangguan dari ‘ain bisa berupa penyakit, kerusakan atau
bahkan kematian.
Penyakit ‘ain benar adanya!
Setelah mengetahui definisi dari ‘ain, mungkin sebagian
orang akan bertanya-tanya: “Ah, mana mungkin sekedar memandang akan menimbulkan
penyakit?!”, “bagaimana bisa sekedar pandangan membuat seseorang mati?”. Atau
bahkan sebagian orang mengingkari adanya ‘ain karena tidak masuk akal. Oleh
karena itulah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
العين حق، ولو كان شيء سابق القدر سبقته
العين
“Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa
mendahului takdir, sungguh ‘ain itu yang bisa” (HR. Muslim no. 2188).
Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:
كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه
وسلَّمَ يَأْمُرُنِي أَنْ أَسْتَرْقِيَ مِنَ العَيْنِ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memintaku
agar aku diruqyah untuk menyembuhkan ‘ain” (HR. Muslim no.2195).
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أكثرُ مَن يموت بعدَ قضاءِ اللهِ وقَدَرِهِ
بالعينِ
“Sebab paling banyak yang menyebabkan kematian pada umatku
setelah takdir Allah adalah ain” (HR. Al Bazzar dalam Kasyful Astar [3/ 404],
dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.1206).
Dan kabar Nabawi ini wajib kita imani, bahwa ‘ain itu benar-benar
ada dan pernah terjadi. Dan tentunya sangat mudah bagi Allah untuk membuat
adanya penyakit yang semisal ‘ain ini. Dan nyata penyakit ini juga banyak
disaksikan adanya oleh orang-orang, yaitu ketika didapati adanya orang-orang
yang jatuh sakit secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.
Sebab terjadinya penyakit ‘ain
‘Ain terjadi karena adanya hasad (iri; dengki) terhadap
nikmat yang ada pada orang lain. Orang yang memiliki hasad terhadap orang lain,
lalu memandang orang tersebut dengan pandangan penuh rasa hasad, ini bisa
menyebabkan penyakit ‘ain. Al Lajnah Ad Daimah menjelaskan:
وقد أمر الله نبيَّه محمَّداً صلى الله
عليه وسلم بالاستعاذة من الحاسد ، فقال تعالى : ومن شر حاسد إذا حسد ، فكل عائن حاسد
وليس كل حاسد عائنا
“Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi
Wasallam untuk meminta perlindungan dari orang yang hasad. Dalam Al Qur’an: ” …
dan dari keburukan orang yang hasad” (QS. Al Falaq: 5). Maka setiap orang yang
menyebabkan penyakit ain mereka adalah orang yang hasad, namun tidak semua
orang yang hasad itu menimbulkan ‘ain” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271).
Pandangan kagum juga bisa menyebabkan ‘ain. Dalam hadits
dari Abu Umamah bin Sahl, ia berkata:
اغتسل أَبِي سَهْلُ بْنُ حُنَيْفٍ بِالْخَرَّارِ،
فَنَزَعَ جُبَّةً كَانَتْ عَلَيْهِ وَعَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ يَنْظُرُ، قَالَ: وَكَانَ
سَهْلٌ رَجُلاً أَبْيَضَ، حَسَنَ الْجِلْدِ، قَالَ: فَقَالَ عَامِرُ بْنُ رَبيعَةَ:
مَا رَأَيْتُ كَالْيَوْمِ وَلا جِلْدَ عَذْرَاءَ، فَوُعِكَ سَهْلٌ مَكَانَهُ، فَاشْتَدَّ
وَعْكُهُ، فَأُتِي رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – فَأُخْبِرَ أَنَّ سَهْلاً وُعِكَ
وَأَنَّهُ غَيرُ رَائِحٍ مَعَكَ يَا رسول الله، فَاَتَاهُ رَسُولُ الله – صلى الله
عليه وسلم – فَأَخْبَرَهُ سَهْل بالَّذِي كَانَ مِنْ شَأنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ،
فَقَالَ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم -: “عَلاَمَ يَقْتُلُ أًحَدُكمْ أَخَاهُ؟
أَلا بَرَّكْتَ؟، إِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ، تَوَضَّأْ لَهُ”. فَتَوَضَأَ لَهُ عَامِرُ
بْنُ رَبِيعَةَ، فَرَاحَ سَهْل مَعَ رَسُولِ الله – صلى الله عليه وسلم – لَيْسَ بِهِ
بَأْسٌ
“Suatu saat ayahku, Sahl bin Hunaif, mandi di Al Kharrar. Ia
membuka jubah yang ia pakai, dan ‘Amir bin Rabi’ah ketika itu melihatnya. Dan
Sahl adalah seorang yang putih kulitnya serta indah. Maka ‘Amir bin Rabi’ah pun
berkata: “Aku tidak pernah melihat kulit indah seperti yang kulihat pada hari
ini, bahkan mengalahkan kulit wanita gadis”. Maka Sahl pun sakit seketika di
tempat itu dan sakitnya semakin bertambah parah. Hal ini pun dikabarkan kepada
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “Sahl sedang sakit dan ia tidak bisa
berangkat bersamamu, wahai Rasulullah”. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam pun menjenguk Sahl, lalu Sahl bercerita kepada Rasulullah tentang apa
yang dilakukan ‘Amir bin Rabi’ah. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda, “Mengapa seseorang menyakiti saudaranya? Mengapa engkau tidak
mendoakan keberkahan? Sesungguhnya penyakit ‘ain itu benar adanya, maka
berwudhulah untuknya!”. ‘Amir bin Rabi’ah lalu berwudhu untuk disiramkan air
bekas wudhunya ke Sahl. Maka Sahl pun sembuh dan berangkat bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’ [2/938] dishahihkan
Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [6/149]).
Dalam hadits ini ‘Amir bin Rabi’ah memandang Sahl bin Hunaif
dengan penuh kekaguman, sehingga menyebabkan Sahl terkena ‘ain. Ibnul Qayyim
rahimahullah mengatakan:
وإذا كان العائن يخشى ضرر عينه وإصابتها
للمعين، فليدفع شرها بقوله: اللهم بارك عليه
“Orang yang memandang dengan pandangan kagum khawatir bisa
menyebabkan ain pada benda yang ia lihat, maka cegahlah keburukan tersebut
dengan mengucapkan: Allahumma baarik ‘alaih” (Ath Thibbun Nabawi, 118).
Ain bisa terjadi pada benda mati
Para ulama mengatakan bahwa benda mati juga bisa terkena
‘ain. Benda mati yang terkena ‘ain bisa mengakibatkan rusak atau hancur secara
tiba-tiba. Wa’iyyadzu billah. Dalam hadits, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
berdoa:
اللهم إني أسألك العفو والعافية في ديني
ودنياي وأهلي ومالي
“Ya Allah, aku meminta ampunan dan keselamatan pada agamaku,
duniaku, keluargaku, dan hartaku” (HR. Abu Daud no.5074, dishahihkan Al Albani
dalam Shahih Abu Daud).
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ
مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ
مَالًا وَوَلَدًا
“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki
kebunmu “masyaAllah, laa quwwata illaa billah”. Sekiranya kamu anggap aku lebih
sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan” (QS. Al Kahfi: 39).
Para ulama menjadikan ayat ini dalil bahwa harta bisa
terkena ain dan boleh diruqyah ketika terkena ‘ain. Ibnu Katsir rahimahullah
mengatakan:
قال بعض السلف: من أعجبه شيء من حاله، أو
ماله، أو ولده فليقل: ما شاء لا قوة إلا بالله ـ وهذا مأخوذ من هذه الآية الكريمة
“Sebagian salaf mengatakan: orang yang kagum pada keadaannya
atau hartanya atau pada anaknya, hendaknya ucapkan maasyaallaah, laa quwwata
illaa billaah. Ini diambil dari ayat yang mulia ini” (Tafsir Ibnu Katsir).
Cara mencegah agar pandangan kita tidak menimbulkan penyakit
‘ain
Sebagian ulama berpendapat bahwa untuk mencegah ‘ain ketika
melihat suatu hal yang menakjubkan pada orang lain, mengucapkan:
ما شاء الله لا قوة إلا بالله
/laa haula walaa quwwata illa billah/
Namun pendapat ini tidak memiliki dasar yang kuat.
Dari sisi orang yang memandang, hadits-hadits menunjukkan
bahwa untuk mencegah ‘ain adalah dengan tabriik (mendoakan keberkahan),
misalnya mengucapkan: “baarakallahu fiik” (semoga Allah memberkahimu) atau
“baarakallahu laka” (semoga Allah memberkahimu). Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
إذا رأى أحدكم من نفسه و أخيه ما يعجبه
فليدع بالبركة فإن العين حق
“jika salah seorang dari kalian melihat pada diri saudaranya
suatu hal yang menakjubkan maka doakanlah keberkahan baginya, karena ‘ain itu
benar adanya” (QS. An Nasa-i no. 10872, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An
Nasa-i).
Dan yang paling penting agar tidak menimbulkan penyakit ‘ain
pada diri orang lain adalah menghilangkan rasa hasad kepada orang lain. Karena
hasad itu tercela. Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لا تَباغضوا ، و لا تَقاطعوا ، و لا تَدابَروا
، و لا تَحاسَدُوا ، و كونوا عبادَ اللهِ إخوانًا
“Janganlah kalian saling membenci, saling memutus hubungan,
saling menjauh, saling hasad. Jadilah kalian sebagai hamba Allah yang
bersaudara” (HR. Bukhari no. 6076, Muslim no.2559).
Dan hasad kepada nikmat yang didapatkan orang lain, berarti
tidak ridha kepada keputusan Allah dan pembagian rezeki oleh Allah. Allah
Ta’ala berfirman:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ
بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ
نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena)
bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi
para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu” (QS. An Nisa’: 32).
Cara agar kita tidak terkena ‘ain
Hal pertama yang perlu dilakukan agar terhindar dari
penyakit ‘ain adalah menghindari sikap suka pamer, dan berhias diri dengan
sifat tawadhu‘. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا
حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sungguh Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling
merendah diri agar tidak ada seorang pun yang berbangga diri pada yang lain dan
agar tidak seorang pun berlaku zalim pada yang lain” (HR. Muslim no. 2865).
Sebisa mungkin hindari menyebut-nyebut kekayaan, kesuksesan
usaha, kebahagiaan keluarga, juga memamerkan foto diri, foto istri/suami, foto
anak, dan hal-hal lain yang bisa menimbulkan iri-dengki dari orang yang
melihatnya. Atau juga yang bisa menyebabkan kekaguman berlebihan dari orang
yang melihatnya. Karena pandangan kagum juga bisa menyebabkan ‘ain, sebagaimana
sudah disebutkan.
Kemudian di antara upaya pencegahan penyakit ‘ain adalah
dengan menjaga dan memelihara semua kewajiban dan menjauhi segala larangan, taubat
dari segala macam kesalahan dan dosa, juga membentengi diri dengan beberapa
dzikir doa, dan ta’awudz (doa perlindungan) yang disyariatkan. Allah Ta’ala
berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan
oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu)” (Qs. Asy-Syuura: 30).
Allah Ta’ala juga berfirman:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram” (QS. Ar Ra’du: 28)
Rutinkan dzikir-dzikir pagi dan sore, serta dzikir-dzikir
harian seperti dzikir keluar/masuk rumah, rumah, dzikir keluar/masuk kamar
mandi, dzikir hendak tidur atau bangun tidur, dzikir keluar rumah, dzikir naik
kendaraan, dzikir ketika akan makan, dzikir setelah shalat, dan lainnya.
Diantara dzikir pencegah ‘ain yang bisa dibaca kepada
anak-anak agar tidak terkena ‘ain adalah sebagaimana yang ada dalam hadits Ibnu
Abbas radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mendoakan Hasan
dan Husain dengan doa:
أُعِيذُكما بكلِماتِ اللهِ التَّامَّةِ،
مِن كلِّ شيطانٍ وهامَّةٍ، ومِن كلِّ عينٍ لامَّةٍ
/u’iidzukuma bikalimaatillahit taammah, min kulli
syaithaanin wa haamah wa min kulli ‘ainin laamah/
“Aku meminta perlindungan untuk kalian dengan kalimat Allah
yang sempurna, dari gangguan setan dan racun, dan gangguan ‘ain yang buruk”.
Lalu Nabi bersabda: “Dahulu ayah kalian (Nabi Ibrahim) meruqyah Ismail dan
Ishaq dengan doa ini” (HR. Abu Daud no. 4737, Ibnu Hibban no.1012, dishahihkan
Syu’ain Al Arnauth dalam Takhrij Ibnu Hibban).
Cara mengobati penyakit ‘ain
Adapun orang yang terlanjur terkena ‘ain maka yang pertama
kali harus dilakukan adalah bersabar. Hendaknya ia meyakini bahwa penyakit ‘ain
itu terjadi atas izin Allah. Allah Ta’ala berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ
اللَّـهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّـهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّـهُ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali
dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan
memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS.
At Taghabun: 11).
Dan hendaknya ia bertawakkal hanya kepada Allah. Ia meyakini
bahwa satu-satunya yang bisa menyembuhkan hanyalah Allah Ta’ala. Allah Ta’ala
berfirman:
وَإِن يَمْسَسْكَ اللَّـهُ بِضُرٍّ فَلَا
كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ
“jika Allah menimpakan suatu mudharat kepadamu, maka tidak
ada yang dapat menghilangkannya kecuali Allah sendiri” (QS. Al An’am: 17).
Jika orang yang terkena ‘ain bertawakkal kepada Allah
sepenuhnya, maka pasti Allah akan sembuhkan. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ
حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah pasti Allah akan
penuhi kebutuhannya” (QS. Ath Thalaq: 3).
Dan hendaknya orang yang terkena ‘ain mengusahakan
sebab-sebab yang bisa menyembuhkan penyakit ‘ain, diantaranya:
Mandi dari air bekas mandi orang yang menyebabkan ‘ain
Sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhum, Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
العين حق ولو كان شيء سابق القدر لسبقته
العين ، وإذا استغسلتم فاغسلوا
“‘Ain itu benar adanya. Andaikan ada perkara yang bisa
mendahului takdir, maka itulah ‘ain. Maka jika kalian mandi, gunakanlah air
mandinya itu (untuk memandikan orang yang terkena ‘ain)” (HR. Muslim no. 2188).
Mandi dari air bekas wudhu orang yang menyebabkan ‘ain
Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Umamah bin Sahl di
atas. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan Amir bin Rabi’ah untuk
berwudhu dan menyiramkan air wudhunya kepada Sahl yang terkena ‘ain. Dalam
riwayat yang lain:
فَأَمَرَ عَامِرًا أَنْ يَتَوَضَّأَ، فَغَسَلَ
وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ، وَرُكْبَتَيْهِ وَدَاخِلَةَ إِزَارِهِ،
وَأَمَرَهُ أَنْ يَصُبَّ عَلَيْهِ
“Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan Amir
untuk berwudhu. Lalu Amir membasuh wajah dan kedua tangannya hingga sikunya,
dan membasuh kedua lututnya dan bagian dalam sarungnya. Lalu Nabi
memerintahkannya untuk menyiramkannya kepada Sahl” (HR. An Nasa’i no. 7617, Ibnu
Majah no. 3509, Ahmad no. 15980, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni
Majah).
Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata :
كانَ يُؤمَر العائِنُ، فيتوضّأُ، ثم يَغْتَسِلُ
منه المَعِينُ
“Dahulu orang yang menjadi penyebab ‘ain diperintahkan untuk
berwudhu, lalu orang yang terkena ‘ain mandi dari sisa air wudhu tersebut” (HR
Abu Daud no 3885, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.2522).
Ruqyah syar’iyyah
Sebagaimana hadits dari Asma bintu Umais radhiallahu’anha,
ia berkata:
يا رسول الله ، إن بني جعفر تصيبهم العين
، أفنسترقي لهم ؟ ، قال : نعم ، فلو كان شيء سابق القدر لسبقته العين
“Wahai Rasulullah, Bani Ja’far terkena penyakit ‘ain,
bolehkah kami minta mereka diruqyah? Nabi menjawab: iya boleh. Andaikan ada
yang bisa mendahului takdir, itulah ‘ain” (HR. Tirmidzi no.2059, Ibnu Majah no.
3510, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
Ada beberapa cara meruqyah orang yang terkena ‘ain,
diantaranya dengan membacakan doa yang ada dalam hadits ‘Aisyah
radhiallahu’anha, ia berkata: “Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
merasakan sakit, Malaikat Jibril meruqyahnya dengan doa:
باسْمِ اللهِ يُبْرِيكَ، وَمِنْ كُلِّ دَاءٍ
يَشْفِيكَ، وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إذَا حَسَدَ، وَشَرِّ كُلِّ ذِي عَيْنٍ
/bismillahi yubriik, wa min kulli daa-in yasyfiik, wa min
syarri haasidin idza hasad, wa syarri kulli dzii ‘ainin/
(dengan nama Allah, engkau mendapatkan keberkahan. Allah
menyembuhkanmu dari segala penyakit dan dari keburukan orang yang hasad dan
keburukan orang yang menyebabkan ‘ain) (HR. Muslim no.2185).
Atau membaca doa-doa ruqyah dari hadits-hadits shahih yang
lainnya, serta ayat-ayat Al Qur’an. Dan semua ayat-ayat Al Qur’an bisa untuk
meruqyah.
No comments:
Post a Comment